ibu....
terlihat kau seperti kehabisan darah
tatkala bergelut merajut harap,
terjepit diantara antrian panjang orang-orang dhu'afa
demi sekantong beras, demi terhindar dari lapar
menyeruak di sela orang-orang yang berkeringat
mereka sepertimu, coba menggapai asa yang kian jauh
ibu...
peluh di dahi tak peduli, suara parau kian pasti
menemani raga yang tiada lincah lagi
ingin kau teriakan kata-kata pedih
kepada yang ada di singgasana
negeri ini
tapi keluh lidah mencegah bicara
dan kau hanya bergumam pasrah,
sambil mengurut dada yang kian rata
ibu...
inilah potret buram negeri ini
kusam menyesakan dada
bagai benang kusut mana pangkal mana ujung
mata jernihpun seakan sulit menguraikan kelaparan mendera, kemiskinan merajalela
satu bencana pergi, yang lain datang lagi
enthalah....
siapa yang salah....
ibu...
kerut diwajahmu tak terhitung lagi
seolah gelombang hidup yang menerpa berkali-kali
tapi lukamu tetap tersembunyi
ibuku....
menangislah dihadapanku
demi semua tahu, ketabahan luruh jua oleh penderitaan
tapi....tak pernah terjadi
sepertinya begitu kau pahami...
bahwa irama hidup terus berbunyi
meski nyeri ....
Tetap kau menari *
****
Comments
Post a Comment